Medan |Expostnews.id
Rini Agustin menumpahkan jeritan keadilan setelah suaminya, Anto, ditangkap dan langsung dimasukkan ke ruang tahanan oleh oknum aparat Polsek Medan Tembung. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi sewenang-wenang yang dilakukan tanpa dasar hukum jelas tanpa bukti, tanpa surat perintah, dan tanpa saksi yang menurutnya hanya berangkat dari tuduhan sarat rekayasa.
Rini menuturkan, selama hampir tiga tahun terakhir Anto bekerja sebagai petugas jaga malam sekaligus pengelola kebersihan di kawasan pedagang emas. Pekerjaan itu dijalani atas kesepakatan bersama dengan para pedagang, yang secara sukarela memberi imbalan jasa sebesar Rp 250.000, tanpa unsur paksaan ataupun pungutan liar. Bahkan, para pedagang disebut telah membuat surat pernyataan tertulis yang menegaskan bahwa aktivitas Anto tidak pernah bermasalah dan bukan bentuk pungli.
Situasi berubah mendadak ketika Anto ditangkap dengan tuduhan pungutan liar. Rini menyebut, proses penangkapan dilakukan tanpa pemanggilan resmi, tidak disertai surat perintah penangkapan, dan tanpa penjelasan dasar hukum yang dapat diterima. Anto disebut langsung dibawa paksa dan dijebloskan ke sel, tanpa kesempatan memberikan klarifikasi ataupun pembelaan diri.
Tak berhenti di situ, tuduhan terhadap Anto kemudian berkembang menjadi lebih berat, yakni diklaim telah mengirim pesan suara berisi ancaman pembunuhan dan pemerkosaan. Rini menolak keras tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai fitnah keji. Ia menegaskan hingga saat ini tidak pernah diperlihatkan satu pun bukti autentik, baik berupa voice note asli, hasil uji forensik digital, maupun keterangan saksi yang dapat membenarkan tuduhan tersebut.
Selama berada dalam tahanan, Rini mengungkapkan suaminya mendapat tekanan psikologis agar mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya demi memperoleh kebebasan. Namun Anto tetap bergeming dan bersikeras bahwa semua tuduhan itu tidak benar. Rini menilai situasi tersebut bukan bentuk penegakan hukum yang adil, tetapi upaya pemaksaan pengakuan terhadap orang yang diyakininya tidak bersalah.
Dampak kejadian ini dirasakan seluruh keluarga. Anak-anak mereka mengalami ketakutan dan trauma, sementara Rini hidup dalam kebingungan dan rasa malu akibat stigma di lingkungan sekitar. Ia merasa keluarganya diperlakukan layaknya keluarga penjahat, padahal bukti terhadap suaminya sama sekali tidak pernah ditunjukkan kepada publik.
Lebih jauh, Rini menduga ada kepentingan tertentu untuk menguasai area tempat Anto bekerja, sehingga suaminya “disingkirkan” dengan memanfaatkan dugaan kedekatan dengan oknum aparat. Tuduhan teror, menurutnya, merupakan pintu masuk untuk merekayasa laporan demi menjebloskan Anto ke balik jeruji besi secara mudah.
Atas peristiwa tersebut, Rini bersama keluarga menolak seluruh tuduhan yang dialamatkan kepada Anto. Mereka mendesak aparat penegak hukum di tingkat tertinggi untuk turun langsung mengusut kasus ini secara transparan, objektif, dan profesional, memastikan hukum tidak dipermainkan demi kepentingan pihak tertentu.
“Kalau hukum masih ada, buktikanlah dengan mengusut perkara ini secara jujur. Perlihatkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Jangan jadikan institusi kepolisian sebagai alat kepentingan segelintir orang,” tegas Rini.
Ia juga meminta agar nama baik suaminya dipulihkan apabila terbukti tidak bersalah, serta keluarganya mendapat perlindungan hukum sebagaimana mestinya. Rini menegaskan, perjuangannya tidak akan berhenti sampai kebenaran benar-benar terungkap.
(Tim)













