Muara Teweh, Barito Utara —Expostnews.id
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Ipu, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, menuntut pemberlakuan sanksi adat terhadap PT Sepalar Yasa Kartika atas dugaan pelanggaran hukum adat yang berlaku di wilayah setempat. Tuntutan tersebut dituangkan dalam surat resmi yang ditujukan kepada Bupati Barito Utara dan sejumlah instansi terkait.
Ketua BPD Desa Ipu bersama tokoh adat dan masyarakat Desa Ipu menyampaikan tuntutan kepada manajemen PT Sepalar Yasa Kartika.
Tuntutan berupa pelaksanaan sanksi adat berupa ritual “Wara” selama 7 hari 7 malam lengkap dengan perlengkapan dan pembiayaan sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah dilampirkan.
Surat tuntutan dikeluarkan pada 11 Desember 2025, dan hingga berita ini ditayangkan belum ada tanggapan resmi dari pihak perusahaan.
Desa Ipu, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Tuntutan ini muncul karena pihak perusahaan diduga melakukan penggusuran dan aktivitas penguasaan lahan milik warga yang tengah berduka sebelum dilaksanakannya ritual adat bagi anggota keluarga yang meninggal dunia. Dalam aturan adat setempat, lahan keluarga yang sedang menjalani masa ritual tidak boleh diganggu oleh pihak manapun.
BPD Desa Ipu menyatakan bahwa jika PT Sepalar Yasa Kartika tidak menjalankan sanksi adat tersebut, maka masalah ini akan dilaporkan secara berjenjang kepada Pemerintah Kabupaten Barito Utara, hingga Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Dalam surat tuntutan itu disebutkan bahwa ritual Wara merupakan bagian penting dari hukum adat masyarakat setempat, yang berfungsi bukan hanya sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur, tetapi juga sebagai penanda masa berkabung keluarga. Selama proses ritual berlangsung, pihak luar, termasuk perusahaan, dilarang melakukan aktivitas di atas lahan keluarga yang berduka.
Ketua BPD Desa Ipu menegaskan bahwa tuntutan ini bukan bentuk permusuhan terhadap dunia usaha, melainkan upaya menjaga kearifan lokal dan menegakkan aturan adat yang telah diwariskan secara turun-temurun. Menurutnya, perusahaan yang beroperasi di wilayah adat wajib menghormati norma dan hukum adat setempat.
“Masyarakat hanya meminta penghormatan atas adat dan hak mereka. Jika aturan ini diabaikan, maka sanksi adat harus dijalankan sebagaimana ketentuan yang berlaku,” tegas Ketua BPD.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Sepalar Yasa Kartika belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan tersebut. Kasus ini pun menjadi sorotan masyarakat luas dan berpotensi berkembang menjadi konflik sosial jika tidak segera diselesaikan secara musyawarah.
Penulis: usupriyadi.













